Melihat
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang cepat yang membawa
pengaruh ke hampir semua bidang kehidupan termasuk ekonomi, pertanian, sosial,
kedokteran, dll. Khususnya dibidang pertanian yang nyatanya cukup banyak tenaga
kerja di lapangan kerja dibidang tersebut. Begitu banyak yang menggantungkan
diri pada lapangan pertanian ini. Peran sektor pertanian juga bukan saja
berkontribusi baik terhadap produk yang sifatnya fisik (tangible produk),
tetapi juga kualitas (intagible produk). Peran sektor pertanian juga mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Disisi lain, sejalan dengan
perkembangan teknologi di era globalisasi ini, maka proses adopsi inovasi dalam
pemanfatan teknologi khususnya ICT (Information Communication and Technology),
juga semakin cepat. Siapa saja yang paling progresif dalam adopsi-inovasi ICT
ini, maka dialah yang memperoleh keuntungan dari aplikasi ICT khususnya dibidang
pertanian ini.
Dalam
bidang pertanian khususnya agribisnis (e-Agribussiness) disebut e-business atau
e-commerce, karena agribisnis sendiri adalah bisnis di bidang pertanian yang
proses kerjanya merupakan kesatuan sistem dari penyediaan sarana produksi, kegiatan
on farm (produksi primer), pengolahan produksi (produksi sekunder), jasa dan pemasaran
(produksi tarsier) sampai pihak konsumen. Selain itu, sebagai alternatif
pemberdayaan para petani, menunjukkan bahwa pemanfaatan e-commerce juga untuk
produk agribisnis terutama adalah sebagai media promosi, komunikasi dan
informasi. Pemanfaatan ini sangat berpengaruh pada keefektifan dan keefisienan
proses kerja, jika secara intens dan maksimal dilakukan. Manfaat yang dirasakan
oleh para pelaku bisnis secara langsung dan tidak langsung memberi pengaruh
positif pada para petani yang terkait, terutama dari semakin luasnya jalur
pemasaran pelaku bisnis yang meningkatkan permintaan produksi dan memacu
pengadaan produksi di kalangan para petani, dimana selalu diharapkan untuk
meningkatkan produksi dengan standar kualitas yang ditentukan. Dengan lebih
terpacunya kegiatan pengadaan, kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup para
petani dan keluarganya terbuka lebar.
Menurut
Soekartawi (2006) kegiatan perdagangan barang dan jasa pertanian melalui media
elektronik, efektif, efisien, murah, praktis, alat promosi yang luas dengan
tanpa batas, dan dapat dipakai untuk untuk membangun loyalitas pelanggan.
E-commerce agribisnis merupakan salah satu diversifikasi pemasaran untuk
meningkatkan keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh antara lain mampu
mengikuti pergerakan yang cepat dalam pasar global, meningkatkan jalanya
organisasi yang efektif dan efesien., mengetahui lebih cepat dimana potensi
produsen dan potensi konsumen, meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan,
menghemat waktu, meningkatkan keuntungan dari lembaga perantara (efisiensi
jalur distribusi). Disamping itu, aplikasinya berkembang dengan cepat mengikuti
perkembangan global bisnis pertanian. Sebaliknya, kelemahan dari e-commerce
Agribisnis adalah tidak semua pelaku usaha pertanian mempunyai atau terakses
fasilitas elektronik dan tidak semua pelaku usaha mengerti e-commerce
Agribisnis karena faktor pendidikan dan sosial-ekonominya. Untuk itu,
pendampingan dari para pelaku usaha professional sangat diperlukan untuk
membantu para pelaku usaha pertanian (petani, peternak, nelayan) memfasilitasi
penerapan e-commerce sehingga dapat melakukan penjualan produk secara langsung.
Menurut vice chairman & foreign
relation Asosiasi E-Coomerce Indonesia (idEA) Agus Tjandra pada penandatangan
kerja sama e-commerce antara Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) dan
Taipei Computer Association (TCA) di Jakarta menyatakan bahwa total nilai
transaksi e-commerce Indonesia pada 2013 mencapai US$ 8 miliar atau sekitar Rp
94 triliun dan diprediksi terus meningkat hingga mencapai US$ 24 miliar atau
sekitar Rp 283 triliun pada 2016. Jumlah orang yang berbelanja secara online di
Tanah Air tercatat mencapai 4,6 juta orang selama 2013 dan diperkirakan
meningkat menjadi 8,7 juta orang pada 2016. Komposisi konsumen maupun penjual
e-commerce di Indonesia saat ini didominasi oleh orang kantoran sebesar 63,4
persen dan tenaga kerja kasar 15,1 persen sebagai pembeli. Sedangkan pihak
penjual sebanyak 21,5 persen. Adapun jumlah pengguna internet Indonesia saat
ini diperkirakan mencapai 74 juta orang (Beritasatu, 2014). Ini merupakan
tantangan pertama dari perkembangan bisnis online di Indonesia, yaitu potensi
peningkatan penjualan online masih sangat besar.
Bisnis e-commerce Indonesia juga
telah dilirik banyak investor, baik dalam maupun luar negeri. Beberapa VC
(Venture Capital) besar seperti Rocket Internet, CyberAgent, East Ventures, dan
IdeoSource bahkan sudah menanamkan modal ke perusahaan e-commerce yang berbasis
di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah raksasa Lazada dan Zalora,
Berrybenka, Tokopedia, Bilna, Saqina, VIP Plaza, Ralali, Elevenia, Bukalapak,
agrowing.co.id dan masih banyak lagi. Sebagian dari mereka adalah contoh dari
perusahaan e-commerce yang sukses dan berhasil dalam memanfaatkan peluang pasar
e-commerce di Indonesia yang sedang meningkat. Bahkan Pemerintah China
berinisiatif membuat kerjasama perdagangan berbasis e-commerce dengan
negara-negara Asean, termasuk Indonesia.
Data
dari lembaga riset ICD memprediksi bahwa pasar e-commerce di Indonesia akan
tumbuh 42% dari tahun 2013-2016. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan
negara lain seperti Malaysia (14%), Thailand (22%), dan Filipina (28%).
Berdasarkan data dari majalah Marketing Edisi 08/XIV/Agustus/2014, Wall Streat
Journal, Event Veritrans: Rise of E-Commerce, estimasi pertumbuhan penjualan
e-commerce B2C (Business to Custemer) di beberapa negara Asia dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Walaupun jumlah penjualan di Indonesia masih rendah dibanding
negara lainnya, namun melihat perkembangan Indonesia yang cukup pesat, tidak
menutup kemungkinan negara tercinta kita ini akan menyaingi negara Asia lain
yang sudah dulu menghasilkan penjualan e-commerce di atas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar